Salah Langkah Jokowi Pilih Menteri dan Desakan Putus Oligarki
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap salah langkah dalam pemilihan menteri di Kabinet Indonesia Maju. Salah satunya dengan mengangkat kembali Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly.Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan langkah tersebut semakin memperkecil kemungkinan penerbitan Perppu KPK. Dia mengatakan seharusnya Yasonna tidak dipilih kembali menjadi menkumham.
"Kalau dilihat riwayatnya dialah (Yasonna) sebenarnya yang paling menjebak presiden, yang menjebak presiden itu Menkumham, sampai presiden menandatangani Revisi UU KPK," kata Abdul di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/10).
Meski begitu, menurut Abdul, publik tetap harus berpikir positif soal penerbitan Perppu KPK oleh Jokowi. Sebab Abdul berharap, Mahfud MD yang mengisi jabatan Menko Polhukam bisa mendorong presiden mengeluarkan Perppu.
"Saya kira kita serahkanlah dengan strateginya diam-diam dia menghasilkan gitu ya, saya percaya Pak Mahfud punya komitmen yang sama ketika dia masih di luar [pemerintahan]," kata Abdul.
Menko Polhukam Mahfud MD di kantornya. (CNN Indonesia/ Joko Panji Sasongko)
|
Dia berpendapat, jika Jokowi tetap teguh tak ingin memgeluarkan Perppu, maka akan ada konsekuensi politik yang akan dia tanggung sepanjang hidup. Yaitu, ingatan sejarah di masa pemerintahan Jokowi, KPK dilemahkan.
"Kegiatan proyek [pembangunan] fisik, sekarang banyaknya seperti apa? Siapa yang mengawasi? omong kosong kalau misalnya tidak ada korupsi. Belum ketahuan saja," kata Abdul.
Putus Lingkaran Oligarki
Di tempat terpisah Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Jokowi memutus lingkaran setan oligarki politik di Indonesia.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Mufti Makarim mengatakan Jokowi harus mengkaji ulang elite yang tidak memihak pada kepentingan publik.
"Kami menyerukan pemerintah Joko Widodo untuk memutus lingkaran setan oligarki politik di Indonesia," ujar Mufti dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (30/10).
Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
|
Mufti berkata kemenangan Jokowi pada Pilpres 2019 mensyaratkan hutang politik yang besar. Hutang itu, lanjut dia, harus segera dibayar melalui proyek-proyek strategis, pengesahan undang-undang yang pro industri dan investasi, serta berbagai insentif lainnya.
Sementara Jokowi dinilai terjebak di antara elite politik dan korporasi. Dia berkata membuat konflik agraria, penggusuran, dan perusakan lingkungan pada periode pertama dapat terulang kembali.
"Demikian juga pengerdilan ruang kebebasan sipil berpotensi terus terjadi dalam skala dan frekuensi yang berlipat ganda," ujarnya.
Di sisi lain, Mufti menyampaikan ruang kebebasan sipil di era Jokowi mengalami penyusutan. Ia berkata saat ini masyarakat merasa takut ketika hendak menyampaikan pendapat, diteror ketika berserikat, dan diancam saat berkumpul.
Beberapa kasus penyusutan ruang kebebasan sipil, yakni intimidasi dan ancaman kriminalisasi yang menimpa aktivis lingkungan yang mengkritik pengelolaan tambang di Kalimantan Timur. Selain itu, terdapat pula pembubaran diskusi, pembekuan lembaga pers mahasiswa, hingga pemecatan mahasiswa lantaran kritis terhadap kondisi sekitar.
Terbaru, ia menyebut kekerasan dan penahanan sewenang-wenang terhadap mahasiswa yang mengikuti aksi #ReformasiDikorupsi.
"Di periode pertama pemerintahan Jokowi, kabar-kabar itu seperti jadi sarapan sehari-hari," ujar Mufti.
Terkait pengerdilan ruang kebebasan sipil, Mufti menilai hal itu terjadi karena Jokowi memiliki ambisi tinggi terkait pembangunan fisik, investasi, dan pengembangan ruang-ruang industri.
Namun, dia menilai ambisi Jokowi tidak diimbangi dengan pembangunan infrastruktur demokrasi yang kokoh dan berpihak pada pemenuhan hak dan kepentingan publik.
"Segenap rencana pembangunan akhirnya diselenggarakan tanpa mempedulikan ongkos sosial dan lingkungan yang harus ditanggung warga," ujarnya.
[Gambas:Video CNN] (jps/pmg)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Salah Langkah Jokowi Pilih Menteri dan Desakan Putus Oligarki"
Post a Comment